DOA DI PENGHUJUNG JALAN

LINTANG INDONESIA - PUISI

Puisi di bawah ini adalah puisi peserta lomba menulis puisi tingkat nasional. Puisi ini telah lolos seleksi dan akan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Fairy Tail". 



Bagi yang mau pesan buku ini, silakan klik link di bawah

👇👇👇👇👇👇👇👇👇


DUKUNG:



 " DOA DI PENGHUJUNG JALAN


Deruan mesin-mesin, berbising, kian kesana-kemari melintasi setiap lorong-lorong jalan perjalan. Lampu-lampu jalan tertancap di setiap median jalan. Menerangi jalan dengan berkas-berkas cahaya keselamatan.


Bunga kertas melambai-lambai, di terpa angin sepoi-sepoi berhembus membawa ambunya terhirup organ penciuman, disetiap kisaran median jalan.


Sepanjang perjalan ini, terlihat pedagang kaki lima berjalan di atas trotoar. Memikul bahan jualan membebani bahu demi ringannya beban hidup.

Ada keringat bercucuran di malam perjalanan ini. Mengais rejeki yang halal di tengah penjajahan kota.


Tancapan gas terus melaju melawan kerasnya udara. Samar-samar terdengar benturan keras terlempar jauh dari ujung jalan menghampiri trotoar. Aku menginjak rem lalu menoleh. Ku lihat kaki-kaki berlalulalang melintasi arah lalulintas.

Deruan-deruan itu, seolah menghilang sejenak.

Jarum detik seolah berhenti berdentum. 

Ada tubuh terbaring di tepi jalan

Ada merah di atas hitam.


Di ujung jalan

Aku berhenti melaju. Melangkah maju memasuki ruang kediamanku.

Ku buka tirai berwarna maron. Nyala lilin mulai membumbung tinggi di temani asap menari-nari, meliuk-liuk menuju kedamaian.


Di tengah keramaian kota

Aku terdiam, dalam kesunyian malam

Bersujud menyembah patung Kristus Raja.

Memohon keselamatan.

kini, diriku terlarut dalam curhatan, tentang sepanjang perjalan hari ini.


“Di kamar sesunyi ini, aku datang kepadaMu, menyembahMu, atas perlindungan kasih cintaMu kepadaku. Terima kasih Tuhan. Engkau masih memberikan nafas kehidupan untukku.”


“Atas namaMu, Bapa, Putra dan Roh Kudus?...”

Amin!.




Manufui, ( Tuato’i ) 2021


MENCARIMU ( ? )



Aku mencariMu dengan bertanya-tanya pada jiwa yang bernyawa.

Yang ku dapat, hanyalah kenihilan. 


Diriku terhimpit oleh ruang-ruang egoisme menuju atheisme. 

Tapi, basirah kecilku mengatakan; tidak!


Lelah hati dan pikiranku, merapah mencariMu, menuntunku ke dalam kediamanMu tuk menanggalkan penat yang tlah lama bersarang di hati ini. Aku berseru, di dalam ruang persujutan;


“Elohim...! Elohim...! Elohim...! aku haus akanMu!” samar-samar nada suara ditemani lampion tamaram.


Sebuah buku kusam, tertata rapi di samping sebuah patung salib. Ada debu menebal, melapisi cover halom legam seolah berwarna coklat. Aku mencariMu di sela-sela lembaran itu.

Ada kata menyebut namaMu

Ada kata menyebut kebesaranMu

Ada kalimat bermakna konotasi

Ada maksud dibalik setiap larik-larik umpama.


Memutar otak, mencerna kalimat, menafsirkan isi ayat-ayatnya. 

Yang ku rasa; seperti seorang bayi bersembunyi di balik labirin-labirin ketiadaan.

Yang ku tahu; adaMu dalam ketiadaan. 


Waktu dan ruang hanya berlaku pada ciptaanMu.


Kembali ku menatap diriku yang belum ku basuh. Terlihat jelas debu-debu di seluruh anggota tubuhku.


Kini, rasa skeptis telah ku lenyapkan daripadaku demiMu.

Aku tahu, Kamu tahu tentangKu. Tentang kekosongan pada diriku.

Mungkin! Buku ini akan membuka jalan di setiap lembaran-lembaran baru.


Masihkah ada ruang untuku di sisiMu?




Manufui, ( Tuato’i ) 2021.



ADA PELANGI SETELAH HUJAN



Hari ini, aku dikejar oleh waktu. Seolah tak ada ruang di bilik kiri dan kanan tuk melepaskan lelah yang telah bersarang dalam dada. Ada rasa lara menusuk dada, seperti sebuah jarum dihujamkan pada boneka berbie. Aku merapah dari barat menuju timur. 

Aku berlari seperti seekor siput, mengharapkan ada dia mengikutiku.

Aku menoleh, tak ada seorang pun di belakangkangku.

Yang ku lihat, hanya bayang-bayang kenangan dua insan tentang cinta. Berbalik lalu melangkah ditemani rasa jejal.


Segelintir kristal terjatuh dari lubang pelupuk membasahi pelipis. Sejenak, aku berhenti melangkah, mencoba tuk berbalik arah kembali ke timur. Aku tak melihat jalan pulang kala sudah ditaburi kabut-kabut luka. 


Di tengah jalan, aku terantuk lagi, lagi dan lagi. Ini yang sudah kesekian kalinya aku terjatuh pada lubang yang sama. Lubang-lubang itu telah ku tambal dengan keikhlasan dan mencoba menghancurkan ruang-ruang di hati tuk menghindari belenggunya rasa cinta. 


“kemanakah aku...setelah dia,dia dan dia menghilang?” bisikku pelan pada ruang hampa.


Aku percaya ada pelangi setelah hujan.





Manufui, ( Tuato’i ) 2021




  "


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.